Sejak pertama kali pindah ke daerah ini, sudah ada sekelompok preman yang kerap kali berlalu lalang di sekitar permukiman. Kehadiran mereka seringkali membuat khawatir siapa saja, terutama anak kecil dan perempuan. Awalnya sih hanya ada 3, tetapi sekarang ada tambahan 2 anggota baru. Jumlahnya jadi 5.
Setiap pagi mereka pasti berlalu lalang di jalan masuk permukiman. Berjalan beriringan memenuhi ruas jalan sambil bersuara nyaring dan mengenakan bulu angsa. Bulu angsa? Ya iyalah, mereka memang 5 ekor angsa yang mengerikan. Bagaimana tidak mengerikan? Bahkan terhadap motor atau mobil pun mereka bertahan, mengeluarkan suara nyaring, lalu merendahkan kepalanya sambil mengatup-ngatupkan paruhnya, apalagi terhadap pejalan kaki. Sangat tidak direkomendasikan untuk berpapasan dengan mereka.
Namun suatu hari, waktu memberiku kesempatan berpapasan dengan mereka. Saat itu hari sedang hujan, jalan yang becek tidak memungkinkanku mencari jalan lain menuju rumah selain jalan utama yang biasa menjadi daerah jajahan 5 angsa preman itu. Alhamdulillah, ada payung yang bisa digunakan sebagai senjata. Kukibas-kibaskan payung di depan, tak peduli hujan yang jatuh mengguyur. Seekor angsa yang dominan sempat memberikan perlawanan dengan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, mengibas-ngibaskan sayapnya, dan bersuara nyaring, tapi akhirnya ia mundur teratur dan aku bisa sampai rumah dengan selamat.
Pertemuan kedua. Kali ini cuaca cerah, tidak ada payung yang bisa dijadikan senjata. Haduh, Masya Allah, sempat panik. Segera kuingat, untuk mengancam musuhnya, beberapa hewan membuat tubuhnya lebih besar atau lebih tinggi. Akhirnya aku mengangkat kedua tanganku dan menggerak-gerakkan di samping badan, eh, ternyata 3 ekor angsa mendekat, merendahkan kepalanya, sambil mengatup-ngatupkan paruhnya. Hyaa,,,mereka tidak takut. Ya sudah, daripada disosor angsa lebih baik berjalan balik mencari jalan memutar. Belum sempurna badanku berputar 180 derajat, terdengar suara, “Neng, mau lewat?” Oho, rupanya ada tetanggaku. Tanpa menunggu jawaban, ia langsung menghalau angsa itu. Hanya dengan mengayunkan tangan dan berseru, “Hus….Hus…!!!” gerombolan si Angsa mundur teratur. Wah, subhanallah, padahal tinggi tetanggaku tak lebih tinggi daripadaku, berarti masalahnya bukan pada penampakan yang lebih tinggi atau lebih besar. Tapi lebih pada keberanian yang berasal dari hati. Eiya, lupa bilang, “Hatur nuhun, A.”^^
Pertemuan ketiga. Kali ini, tidak ada payung dan tidak ada orang yang bisa membantu. Hanya ada mereka, aku, dan keberanianku. Yup, saatnya menguji sejauhmana keberanianku. “Hooong…!!!” mereka bersuara nyaring melihat kedatanganku. Bismillah. Posisiku semakin dekat dan aku tak akan mundur. Aku melangkah maju sambil mengentak-entakkan kaki, mengayunkan tangan, dan berseru, “Hush…hush…”. Melihatku bergerak maju, 2 angsa mundur ke belakang berbalik badan, 2 angsa lagi mundur, tapi tidak berbalik. 1 angsa bertahan, malah bergerak maju. 2 angsa yang awalnya mundur malah jadi ikut maju. Semua berada pada formasi siap menyerang, kepala yang direndahkan, posisi nyosor. Aaah…aku tidak boleh takut!!! Aku berjalan menyamping, sambil berusaha menunjukkan bahwa aku bukan ancaman. Setelah berhasil perlahan menggiring angsa untuk bertukar posisi di jalan, sampai aku bisa menuju bagian jalan yang ku inginkan, aku berbalik dan melenggang penuh kemenangan. Haha….Alhamdulillah, dapat pelajaran hari ini. Seringkali permasalahan muncul dari dalam diri, namun kita juga yang membatasi kemampuan sendiri dalam menyelesaikannya.
Ditulis dalam Uncategorized